IDDAH, MEMINANG, DAN HAK MAHAR
A. Iddah, Meminang, Dan Hak Mahar
الَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ {234} وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاء أَوْ أَكْنَنتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ عَلِمَ اللّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَـكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرّاً إِلاَّ أَن تَقُولُواْ قَوْلاً مَّعْرُوفاً وَلاَ تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىَ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ {235} لاَّ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ النِّسَاء مَا لَمْ تَمَسُّوهُنُّ أَوْ تَفْرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدْرُهُ مَتَاعاً بِالْمَعْرُوفِ حَقّاً عَلَى الْمُحْسِنِينَ {236} وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إَلاَّ أَن يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ وَأَن تَعْفُواْ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلاَ تَنسَوُاْ الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {237})البقرة :234-235)
Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antara mu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepulsuh hari. Kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (234). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan(235). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan (236). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.( 237)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاً (الاحزاب : 49)
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya, Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.(Al-Ahzab: 49)
B. Tafsir Tahlili
الَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ : Orang-orang yang wafat (atau meninggal dunia) مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ : Di antara kamu dengan meninggalkan istri-istri, maka mereka menangguhkan (hendaklah para istri itu menahan) بِأَنفُسِهِن : Diri mereka (untuk kawin setelah suami mereka meninggal itu) أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً: Selama empat bulan dan sepuluh (maksudnya hari) فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ: Apabila waktu mereka telah sampai (habis masa iddah mereka) فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ: Mereka tiada dosa bagi kamu (hai para wali) فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ: Membiarkan mereka berbuat pada diri mereka (misalnya bersolek dan menyiapkan diri untuk menerima pinangan) بِالْمَعْرُوف: Secara baik-baik (menurut agama) وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ : Dan Allah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan (baik yang lahir maupun yang batin) وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاء: Dan tak ada dosa bagimu meminang wanita-wanita itu secara sindiran( wanita-wanita yang kematian suami dan masih ada pada iddah mereka, misalnya kata seseorang’ engkau cantik’ atau “tiada wanita secantik engkau” atau “ siapa yang melihat mu, pasti jatuh cinta” أَوْ أَكْنَنتُمْ: Atau kamu sembunyikan (kamu rahasiakan) فِي أَنفُسِكُمْ : Dalam hati mu (rencana untuk mengawini mereka) عَلِمَ اللّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ : Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka (dan tidak sabar untuk meminang, maka diperbolehkan nya secara sindiran) وَلَـكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرّاً : Tetapi janganlah kamu mengadakan perjanjian dengan mereka secara rahasia (maksudnya perjanjian kawin) إِلا: Melainkan (diperbolehkan) أَن تَقُولُواْ قَوْلاً مَّعْرُوفاً: Sekedar mengucapkan kata-kata yang baik (yang menurut syara’ dianggap sebagai sindiran pinangan) وَلاَ تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ : Dan janganlah kamu pastikan akan mengakadkan nikah (artinya melangsungkannya) حَتَّىَ يَبْلُغَ الْكِتَابُ: Sebelum yang tertulis (dari iddah) أَجَلَهُ: Habis waktunya (tegasnya sebelum iddahnya habis) وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ : Dan ketahuilah bahwa allah mengetahui apa yang ada di hatimu (apakah rencana pasti atau lainnya) فَاحْذَرُوهُ: Maka takutlah kepadaNya (dan jangan sampai menerima hukumannya disebabkan rencana pastimu itu وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَفُورٌٌ : Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun (terhadap orang yang takut kepadanya) حَلِيم: Lagi maha penyantun (hingga menengguhkan hukumnya terhadap orang yang berhak menerimanya) اَّ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ النِّسَاء مَا لَمْ تَمَسُّوهُنُّ: Tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu menyentuh mereka (menurut satu Qira’at “tumaasuuhunna’ artinya mencampuri mereka) أَو: Atau (sebelum) تَفْرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةً : Kamu menentukan maharnya (maksudnya maskawinnya. “ma” mashdariyah zharfiyah, maksudnya, tak ada resiko atau tanggung jawab mu dalam perceraian sebelum campur dan sebelum ditentukannya berapa maharnya, maka ceraikanlah mereka itu) وَمَتِّعُوهُن: Dan hendaklah mereka itu kamu beri mut’ah (atau pemberian yang menyenangkan hati mereka) عَلَى الْمُوسِعِ : Bagi yang mampu (maksudnya yang kaya di antara kamu) قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ : Sesuai dengan kemampuannya, sedangkan yang melarat (miskin) قَدْرُهُ: sesuai dengan kemampuannya pula ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tentang derajat atau kedudukan istri) مَتَاع: Yaitu pemberian (atau hiburan) بِالْمَعْرُوف: Menurut yang patut (menurut syara’ dan menjadi sifat bagi mata’an demikian itu) حَقّا: Merupakan kewajiban (“haqqan” menjadi sifat yang kedua atau masdar yang memperkuat) عَلَى الْمُحْسِنِينَ: Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (atau orang-orang yang taat) وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُم فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ ْ : Dan jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu mencampuri mereka, padahal kamu telah menetapkan mahar mereka maka, maka bayarlah separoh dari yang telah kamu tetapkan itu (ini menjadi hak mereka, sedang separoh yang lain kembali padamu) إَلاَّ: Kecuali (atau tidak demikian hukumnya) أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاح : Atau dimaafkan oleh orang yang pada tangannya tergenggam akad nikah (yaitu suami, maka mashar diserahkan kepada para istri semuanya. Tetapi menurut keterangan Ibnu Abbas, wali boleh bertindak sebagai penggantinya, bila wanita itu mahjurah/tidak boleh bertasaruf dan hal ini tidak ada dosa baginya, maka dalam hal ini tidak ada kesulitan) أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلاَ تَنسَوُاْ الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ : Lebih dekat dari ketaqwaan. Dan jangan kamu keutamaan diantara kamu (artinya saling menunjukkan kemurahan hati) إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ: : Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (dan akan membalas mu sebaik-baiknya)
Al-Ahzab: 49
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya (menurut satu qira’at lafad tamassuhunna dibaca tumassuhunna artinya sebelum kalian menyetubuhi mereka. فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا : Maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya (yaitu yang kalian dengan quru’ atau bilangan yang lainnya. فَمَتِّعُوهَّ : Maka berilah mereka mut'ah (berilah mereka uang mut’ah sebagai pesangon dengan jumlah yang secukupnya, demikian itu apabila pihak lelaki belum mengucapkan maharnya kepada mereka, apabila ternyata ia telah mengucapkan jumklahnya maka uang mut’ah itu separoh dari mahar yang telah di ucapkannya. Demikian pendapat ibnu Abbas dan diikuti oleh imam Syafi’I) وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاً : Dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya (yaitu dengan cara tanpa menimbulkan kemadharatan kepada dirinya)
C. Tafsir Ijmali
Ayat 234
Ungkapan yang sangat, yang dipergunakan untuk kematian seseorang adalah “tuwuffia” (diwafatkan), sebab pada hakekatnya seseorang yang mati itu, ialah karena nyawanya diambil. Yang sama dengan itu adalah ‘mutawaffa” (orang yang diwafatkan). Bukan “mutawafi”, sebab mutawaffi artinya yang mematikan. Diriwayatkan dari abu Aswad Ad-Dauli, bahwa ia pernah shalat jenasah, lalu ada orang bertanya kepadanya: “Manil mutawaffi” (siaspa yang mematikan) dijawab “Allah Ta’ala, dari situlah kemudian timbul kaidah nahwu.
Kata juz terpakai untuk pria dan wanita (suami dan istri). Sedang arti asalnya adalah: bilangan dobel. Kemudian, terpakai untuk suami dan istri, karena pada hakekatnya suami dan istri itu , adalah dua insan yang berpadu, sehingga seolah-olah menjadi satu. Karena itu suami istri ini dipakai dua kata yang satu, sekalipun lahiriyahnya dua, tetapi intinya satu. Karena itu kedua suami istri ini dituntut untuk bersatu, seolah-olah menjadi mata bagi yang lainnya.
Hikmah dibatasi iddah istri yang ditinggal mati suaminya dengan empat bulan sepuluh hari itu, karena tujuan pokok iddah ialah “baraatur rahim” (kebersihan rahim, sedang janin itu terbentuk di dalam rahim dalam tiga fase: fase pertama berbentuk nutfah, fase kedua: berbentuk darah menggumpal, dan fase ketiga: berbentuk daging.
Ayat 235-237
Al-qura’an membolehkan meminang perempuan yang dalam iddah dengan cara sindiran, misalnya dengan ucapan: engkau ini seorang perempuan yang cantik, engkau perempuan yang saleh, engkau ini perempuan dermawan.
Zamarkasi berkata :’rahasia” uang dimaksud dalam ayat di atas adalah kinayah dari nikah yang nikah itu asal artinya ialah bercampur. Dan itulah yang dirahasiakan (dalam perkawinan itu). Janganlah engkau mendekat seorang gadis
Kemudian kata ini dipergunakan untuk arti “kawin” yang berarti ‘aqad karena akad itu suatu sebab terjadinya perkawinan.
Penyebutan kata “azam” dalam ayat itu adalah lil mubalaghah larangan yang sangat keras untuk mengadakan perkawinan dlam ‘iddah, karena ‘azam untuk perbuatan tersebut merupakan muqadiamahnya. Kalau azam saja sudah dilarang apalagi melakukannya.
Allah menggunakan kata menyentuh untuk arti bercampur, adalah suatu kinayah yang halus yang biasa digunakan al-quran.
Abu Muslim berkata: kinayah yang dipergunakan Allah ta’ala untuk bercampur dengan menyentuh itu, sebagai didikan buat manusia agar dalam percakapannya selalu memilih kata-kata yang baik.
Khitab dalam firman Allah: Bahwa memaafkan itu jalan terdekat dari taqwa” dan “jangan kamu lupakan kelebihan antara kamu” itu tertuju untuk pria dan wanita, yang disampaikan dengan mengambil cara pada umumnya.
Ar-Rozi berkata; apabila pria dan wanita itu hendak disebut secara bersamaan, maka pada umumnya cukup dengan menyebutkan pria. Sebab pria itu adalh pokok, sedang wanita adalah cabang. Misalnya anda mengatakan; Qaimun(laki-laki berdiri), kemudian anda hendak juga menyebutkan wanita, maka anda mengatakan Qaimatun (wanita berdiri)
Hikmah diwajibkan mut’ah(pemberian) kepada istri yang ditalak untuk menghilanhkan perasaan keganasan talak dan mengurangi kejahatan harta terhadap dirinya.
Ibnu Abbas berkata: apabila si laki-laki itu orang yang kaya, maka mut’ahnya berupa khadam (pelayan) dan apabila miskin, mut’ahnya berupa tiga helai baju.
Diriwayatkan, bahwa al-Hasan bin ‘Ali, pernah memberikan mut’ah sebanyak 10.000, lalu perempuan itu berkata: Mut’ah ini telalu kecil, dari seorang habib yang menceraikan”. Adapun sebab diceraikannya istrinya ‘aisah al-Khats’amiyah itu ialah: bahwa ketika ali terbunuh dan al-Hasan dibaiat sebagai khalifah, ‘Aisah mengatakan rupanya kekuasaan khalifah ini menyenangkan engkau, ya amiral mukminin! Maka jawab al-Hasan: ‘Ali terbunuh, sedang engkau dengan kedudukan ini? Pergi, engkau ku talak tiga! Begitulah, lalu ‘Aisah berselimut dengan jilbabnya, dan ia menanti hingga habis masa iddahnya. Lalu oleh al-Hasan dikirimkan sebanyak 10.000, serta mahar yang belum terbayar. Maka ‘Aisah berkomentar: suatu pemberian yang terlalu kecil, dari seorang habib yang menceraikan, setelah utusan itu menyampaikan kepada Hasan, maka Hasan menangis seraya berkata: seandainya aku tidak menjatuhkan talak bain kurujuk dia.
Al-Ahzab ayat 49
Firman allah” apabila kamu telah menikah dengan perempuan-perempuan mukminah” itu merupakan suatu isyarat, bahwa seorang mu’min harus selalu mencari ladang yang baik untuk meletakkan nutfahnya itu dan supaya ia menikah dengan perempuan mukminah yang suci, karena imannya itulah yang akan dapat melindungi harga dirinya sehingga ia tidak terjatuh ke dalam lembah perbuatan keji dan kotor.
Kewajiban iddah bagi perempuan itu dalam rangka melindungi nasab, sebab laki-laki itu dituntut untuk merasa cemburu atas anaknya dan memperhatikan nya supaya tanamannya itu tidak disirami oleh orang lain.
D. Kandungan Hukum
QS. Al-Baqarah Ayat 234
1. Apakah ayat ini bisa dijadikan sebagai nasikh ayat yang menerangkan tentang iddah setahun itu.
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa ayat ini adalah nasikh ayat “Dan orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu, dan meninggalkan istri-istri hendaklah ia berwasiat untuk istri-istrinya itu supaya diberi kmakan setahun dengan tidak boleh diusir.” (QS. Al-Baqarah:240)
2. Masa berkabung
syari’at islam mewajibkan perempuan yanfg ditinggal mati suaminya itu supaya berkabung selama dalam iddah 4 bulan sepuluh hari.
QS. Al-Baqarah Ayat 235-237
1. Hukum meminang
Perempuan dalam kedudukan pinang ini ada tiga macam:
a) Perempuan yang boleh dipinang dengan terang-terangan dan dengan sindiran, yaitu perempuan yang masih single dan bukan dalam masa iddah.
b) Perempuan yang tidak boleh dipinang dengan sindiran maupun terang-terangan. Yaitu perempuan yang masih mempunyai suami
c) Perempuan yang boleh dipinang dengan sindiran, tidak boleh dengan terang-terangan. Yaitu perempuan yang ditinggal mati suaminya masih dalam iddah.
2. Perkawinan Dalam Iddah Sah Atau Tidak
Allah melarang pernikahan dalam masa iddah dan mewajibkan perempuan supaya menanti, baik dalam iddah talak maupun iddah wafat.
3. Hukum Mut’ah Untuk Perempuan Yang Ditalak
Bagi perempuan yang belum dicampuri dan belum ditentukan maharnya, jelas wajib mendapatkan mut’ah berdasarkan firman Allah: Dan berilah mereka mut’ah, wajib bagi orang yang kaya menurut kemampuannya, dan atas orang yang tidak mampu menurut kemampuannya.” Sekarang yang menjadi persoalan, apakah mut’ah itu wajib untuk semua perempuan yang ditalak?
Hasan Basri berpendapat wajib, berdasarkan keumumuman firman Allah: “ dan bagi perempuan-perempuan yang ditalak berhak mendapatkan mut’ah, sebagai suatu ketentuan atas orang-orang yang taqwa. (QS. Al-Baqarah)
Jumhur (Hanafiyah, Syafi’iah dan Hanabilah) berpendapat: Mut’ah bagi perempuan yang belum dicampuri dan belum ditentukan maharnya. Adapun bagi perempuan yang sudah ditentukan maharnya, mut’ah itu hukumnya sunnah.
4. Arti mut’ah dan ukurannya
Mut’ah ialah pemberian seorang suami kepada seoaran istrinya yang diceraikan, baik berupa uang, pakaian atau pembekalanapa saja, sebagai bantuan dan penghormatan kepada istrinya itu, serta menghindari kekejaman talak yang dijatuhkan itu.
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ukurannya.
⊛ Imam Malik: Menurut hemat kami, mut’ah itu tidak ada batasannya tertentu, baik minimal maupun maksimal.
⊛ Imam syafi’I: Bagi orang yang mampu disunatkan mut’ah itu berupa khadam, sedang pertengahan berupa 30 dirham, dan bagi orang yang tidak mampu sekedarnya saja.
⊛ Imam Abu Hanifah: Sedikitnya berupa baju kurung, kudung dan tusuk konde, dan tidak lebih dari setengah mahar.
⊛ Imam Ahmad: Mut’ah itu berupa baju kurung dan kudung yang sekedar cukup dipakai buat shalat dan sesuai dengan kemampuan suami.
QS. Al-Ahzab
1. Talak sebelum nikah
Para ulama fiqh sepakat bahwa talak sebelum nikah itu tidak bisa jatuh, berdasarkan firman Allah: Apabila kamu kamu telah menikah dengan perempuan mukminah kemudian mereka itu kamu cerai.”
2. apakah terjadinya khalwat itu mengharuskan adanya iddah dan mahar
menurut dhahirnya ayat yang mengatakan “sebelum kamu sentuh mereka itu” yang merupakan kata sindiran tentang jima’, menunjukkan, bahwa khulwat itu sekalipun sudah benar-benar terjadi, tidak mengharuskan adnya iddah dan mahar seperti halanya kewajiban iddah dan mahar yang disebabkan jima’.
3. tentang kewajiban mut’ah
dhahirnya firman Allah “akan Tetapi berilah mereka itu mut’ah” itu menunjukkan wajibnya mut’ah untuk perempuan-perempuan yang dicerai sebelum dicampuri, baik sudah ditentukan maharnya ataupun belum.
E. Kesimpulan
Perempuan yang masih dalam ‘iddah karena ditinggal mati suaminya atau karena talak bain, boleh dipinang dengan sindiran.
Mengadakan akad nikah dalam keadaan ‘iddah itu hukumnya haram, dan perkawinannya dinilai fasid
Muta’ah untuk orang yang ditalak yang belum ditentukan maharnya, hukumnya wajib dan sunnah untuk perempuan-perempuan lainnya.
Boleh menceraikan perempuan yang belum dicampuri, kalau memang ada kepentingan yang mendesak
Perempuan yang ditalak yang belum pernah dicampuri, berhak mendapat setengah mahar, apabila maharnya itu telah ditentukan.
Seorang muslim harus memilih calon istrinya itu seorang mukminah yang suci.
Talak itu dapat meruntuhkan sendi-sendi rumah tangga, karena itu tidak layak dijatuhkan kecuali dalam situasi dharurat.
Perempuan yang belum pernah dicampuri, apabila dicerai tidak wajib iddah, dengan kesepakatan ulama’
Seorang suami harus mengatasi bahaya istrinya yang dicerai itu dengan cara memberi mut’ah
Menyakiti hati perempuan yang ditalak itu diharamkan, bahkan harus dilepas dengan cara yang sopan dan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Mahyudi Syaf dan Bahrun Abubakar, Terjemah Tafsir Jalalain 1, Sinar Baru, Bandung; 1990
Mahyudi Syaf dan Bahrun Abubakar, Terjemah Tafsir Jalalain 111, Sinar Baru, Bandung; 1990
Mu’aammal Hamidy dan Drs. Imron A. Manan, Terjemah Ayat Ahkam Ash-Shabuni 1, Bina Ilmu, Surabya:1985
Mu’aammal Hamidy dan Drs. Imron A. Manan, Terjemah Ayat Ahkam Ash-Shabuni 11, Bina Ilmu, Surabya:1985
A. Iddah, Meminang, Dan Hak Mahar
الَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ {234} وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاء أَوْ أَكْنَنتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ عَلِمَ اللّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَـكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرّاً إِلاَّ أَن تَقُولُواْ قَوْلاً مَّعْرُوفاً وَلاَ تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىَ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ {235} لاَّ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ النِّسَاء مَا لَمْ تَمَسُّوهُنُّ أَوْ تَفْرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدْرُهُ مَتَاعاً بِالْمَعْرُوفِ حَقّاً عَلَى الْمُحْسِنِينَ {236} وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إَلاَّ أَن يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ وَأَن تَعْفُواْ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلاَ تَنسَوُاْ الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {237})البقرة :234-235)
Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antara mu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepulsuh hari. Kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (234). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan(235). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan (236). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.( 237)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاً (الاحزاب : 49)
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya, Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.(Al-Ahzab: 49)
B. Tafsir Tahlili
الَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ : Orang-orang yang wafat (atau meninggal dunia) مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ : Di antara kamu dengan meninggalkan istri-istri, maka mereka menangguhkan (hendaklah para istri itu menahan) بِأَنفُسِهِن : Diri mereka (untuk kawin setelah suami mereka meninggal itu) أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً: Selama empat bulan dan sepuluh (maksudnya hari) فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ: Apabila waktu mereka telah sampai (habis masa iddah mereka) فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ: Mereka tiada dosa bagi kamu (hai para wali) فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ: Membiarkan mereka berbuat pada diri mereka (misalnya bersolek dan menyiapkan diri untuk menerima pinangan) بِالْمَعْرُوف: Secara baik-baik (menurut agama) وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ : Dan Allah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan (baik yang lahir maupun yang batin) وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاء: Dan tak ada dosa bagimu meminang wanita-wanita itu secara sindiran( wanita-wanita yang kematian suami dan masih ada pada iddah mereka, misalnya kata seseorang’ engkau cantik’ atau “tiada wanita secantik engkau” atau “ siapa yang melihat mu, pasti jatuh cinta” أَوْ أَكْنَنتُمْ: Atau kamu sembunyikan (kamu rahasiakan) فِي أَنفُسِكُمْ : Dalam hati mu (rencana untuk mengawini mereka) عَلِمَ اللّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ : Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka (dan tidak sabar untuk meminang, maka diperbolehkan nya secara sindiran) وَلَـكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرّاً : Tetapi janganlah kamu mengadakan perjanjian dengan mereka secara rahasia (maksudnya perjanjian kawin) إِلا: Melainkan (diperbolehkan) أَن تَقُولُواْ قَوْلاً مَّعْرُوفاً: Sekedar mengucapkan kata-kata yang baik (yang menurut syara’ dianggap sebagai sindiran pinangan) وَلاَ تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ : Dan janganlah kamu pastikan akan mengakadkan nikah (artinya melangsungkannya) حَتَّىَ يَبْلُغَ الْكِتَابُ: Sebelum yang tertulis (dari iddah) أَجَلَهُ: Habis waktunya (tegasnya sebelum iddahnya habis) وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ : Dan ketahuilah bahwa allah mengetahui apa yang ada di hatimu (apakah rencana pasti atau lainnya) فَاحْذَرُوهُ: Maka takutlah kepadaNya (dan jangan sampai menerima hukumannya disebabkan rencana pastimu itu وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَفُورٌٌ : Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun (terhadap orang yang takut kepadanya) حَلِيم: Lagi maha penyantun (hingga menengguhkan hukumnya terhadap orang yang berhak menerimanya) اَّ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ النِّسَاء مَا لَمْ تَمَسُّوهُنُّ: Tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu menyentuh mereka (menurut satu Qira’at “tumaasuuhunna’ artinya mencampuri mereka) أَو: Atau (sebelum) تَفْرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةً : Kamu menentukan maharnya (maksudnya maskawinnya. “ma” mashdariyah zharfiyah, maksudnya, tak ada resiko atau tanggung jawab mu dalam perceraian sebelum campur dan sebelum ditentukannya berapa maharnya, maka ceraikanlah mereka itu) وَمَتِّعُوهُن: Dan hendaklah mereka itu kamu beri mut’ah (atau pemberian yang menyenangkan hati mereka) عَلَى الْمُوسِعِ : Bagi yang mampu (maksudnya yang kaya di antara kamu) قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ : Sesuai dengan kemampuannya, sedangkan yang melarat (miskin) قَدْرُهُ: sesuai dengan kemampuannya pula ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tentang derajat atau kedudukan istri) مَتَاع: Yaitu pemberian (atau hiburan) بِالْمَعْرُوف: Menurut yang patut (menurut syara’ dan menjadi sifat bagi mata’an demikian itu) حَقّا: Merupakan kewajiban (“haqqan” menjadi sifat yang kedua atau masdar yang memperkuat) عَلَى الْمُحْسِنِينَ: Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (atau orang-orang yang taat) وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُم فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ ْ : Dan jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu mencampuri mereka, padahal kamu telah menetapkan mahar mereka maka, maka bayarlah separoh dari yang telah kamu tetapkan itu (ini menjadi hak mereka, sedang separoh yang lain kembali padamu) إَلاَّ: Kecuali (atau tidak demikian hukumnya) أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاح : Atau dimaafkan oleh orang yang pada tangannya tergenggam akad nikah (yaitu suami, maka mashar diserahkan kepada para istri semuanya. Tetapi menurut keterangan Ibnu Abbas, wali boleh bertindak sebagai penggantinya, bila wanita itu mahjurah/tidak boleh bertasaruf dan hal ini tidak ada dosa baginya, maka dalam hal ini tidak ada kesulitan) أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلاَ تَنسَوُاْ الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ : Lebih dekat dari ketaqwaan. Dan jangan kamu keutamaan diantara kamu (artinya saling menunjukkan kemurahan hati) إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ: : Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (dan akan membalas mu sebaik-baiknya)
Al-Ahzab: 49
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya (menurut satu qira’at lafad tamassuhunna dibaca tumassuhunna artinya sebelum kalian menyetubuhi mereka. فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا : Maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya (yaitu yang kalian dengan quru’ atau bilangan yang lainnya. فَمَتِّعُوهَّ : Maka berilah mereka mut'ah (berilah mereka uang mut’ah sebagai pesangon dengan jumlah yang secukupnya, demikian itu apabila pihak lelaki belum mengucapkan maharnya kepada mereka, apabila ternyata ia telah mengucapkan jumklahnya maka uang mut’ah itu separoh dari mahar yang telah di ucapkannya. Demikian pendapat ibnu Abbas dan diikuti oleh imam Syafi’I) وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاً : Dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya (yaitu dengan cara tanpa menimbulkan kemadharatan kepada dirinya)
C. Tafsir Ijmali
Ayat 234
Ungkapan yang sangat, yang dipergunakan untuk kematian seseorang adalah “tuwuffia” (diwafatkan), sebab pada hakekatnya seseorang yang mati itu, ialah karena nyawanya diambil. Yang sama dengan itu adalah ‘mutawaffa” (orang yang diwafatkan). Bukan “mutawafi”, sebab mutawaffi artinya yang mematikan. Diriwayatkan dari abu Aswad Ad-Dauli, bahwa ia pernah shalat jenasah, lalu ada orang bertanya kepadanya: “Manil mutawaffi” (siaspa yang mematikan) dijawab “Allah Ta’ala, dari situlah kemudian timbul kaidah nahwu.
Kata juz terpakai untuk pria dan wanita (suami dan istri). Sedang arti asalnya adalah: bilangan dobel. Kemudian, terpakai untuk suami dan istri, karena pada hakekatnya suami dan istri itu , adalah dua insan yang berpadu, sehingga seolah-olah menjadi satu. Karena itu suami istri ini dipakai dua kata yang satu, sekalipun lahiriyahnya dua, tetapi intinya satu. Karena itu kedua suami istri ini dituntut untuk bersatu, seolah-olah menjadi mata bagi yang lainnya.
Hikmah dibatasi iddah istri yang ditinggal mati suaminya dengan empat bulan sepuluh hari itu, karena tujuan pokok iddah ialah “baraatur rahim” (kebersihan rahim, sedang janin itu terbentuk di dalam rahim dalam tiga fase: fase pertama berbentuk nutfah, fase kedua: berbentuk darah menggumpal, dan fase ketiga: berbentuk daging.
Ayat 235-237
Al-qura’an membolehkan meminang perempuan yang dalam iddah dengan cara sindiran, misalnya dengan ucapan: engkau ini seorang perempuan yang cantik, engkau perempuan yang saleh, engkau ini perempuan dermawan.
Zamarkasi berkata :’rahasia” uang dimaksud dalam ayat di atas adalah kinayah dari nikah yang nikah itu asal artinya ialah bercampur. Dan itulah yang dirahasiakan (dalam perkawinan itu). Janganlah engkau mendekat seorang gadis
Kemudian kata ini dipergunakan untuk arti “kawin” yang berarti ‘aqad karena akad itu suatu sebab terjadinya perkawinan.
Penyebutan kata “azam” dalam ayat itu adalah lil mubalaghah larangan yang sangat keras untuk mengadakan perkawinan dlam ‘iddah, karena ‘azam untuk perbuatan tersebut merupakan muqadiamahnya. Kalau azam saja sudah dilarang apalagi melakukannya.
Allah menggunakan kata menyentuh untuk arti bercampur, adalah suatu kinayah yang halus yang biasa digunakan al-quran.
Abu Muslim berkata: kinayah yang dipergunakan Allah ta’ala untuk bercampur dengan menyentuh itu, sebagai didikan buat manusia agar dalam percakapannya selalu memilih kata-kata yang baik.
Khitab dalam firman Allah: Bahwa memaafkan itu jalan terdekat dari taqwa” dan “jangan kamu lupakan kelebihan antara kamu” itu tertuju untuk pria dan wanita, yang disampaikan dengan mengambil cara pada umumnya.
Ar-Rozi berkata; apabila pria dan wanita itu hendak disebut secara bersamaan, maka pada umumnya cukup dengan menyebutkan pria. Sebab pria itu adalh pokok, sedang wanita adalah cabang. Misalnya anda mengatakan; Qaimun(laki-laki berdiri), kemudian anda hendak juga menyebutkan wanita, maka anda mengatakan Qaimatun (wanita berdiri)
Hikmah diwajibkan mut’ah(pemberian) kepada istri yang ditalak untuk menghilanhkan perasaan keganasan talak dan mengurangi kejahatan harta terhadap dirinya.
Ibnu Abbas berkata: apabila si laki-laki itu orang yang kaya, maka mut’ahnya berupa khadam (pelayan) dan apabila miskin, mut’ahnya berupa tiga helai baju.
Diriwayatkan, bahwa al-Hasan bin ‘Ali, pernah memberikan mut’ah sebanyak 10.000, lalu perempuan itu berkata: Mut’ah ini telalu kecil, dari seorang habib yang menceraikan”. Adapun sebab diceraikannya istrinya ‘aisah al-Khats’amiyah itu ialah: bahwa ketika ali terbunuh dan al-Hasan dibaiat sebagai khalifah, ‘Aisah mengatakan rupanya kekuasaan khalifah ini menyenangkan engkau, ya amiral mukminin! Maka jawab al-Hasan: ‘Ali terbunuh, sedang engkau dengan kedudukan ini? Pergi, engkau ku talak tiga! Begitulah, lalu ‘Aisah berselimut dengan jilbabnya, dan ia menanti hingga habis masa iddahnya. Lalu oleh al-Hasan dikirimkan sebanyak 10.000, serta mahar yang belum terbayar. Maka ‘Aisah berkomentar: suatu pemberian yang terlalu kecil, dari seorang habib yang menceraikan, setelah utusan itu menyampaikan kepada Hasan, maka Hasan menangis seraya berkata: seandainya aku tidak menjatuhkan talak bain kurujuk dia.
Al-Ahzab ayat 49
Firman allah” apabila kamu telah menikah dengan perempuan-perempuan mukminah” itu merupakan suatu isyarat, bahwa seorang mu’min harus selalu mencari ladang yang baik untuk meletakkan nutfahnya itu dan supaya ia menikah dengan perempuan mukminah yang suci, karena imannya itulah yang akan dapat melindungi harga dirinya sehingga ia tidak terjatuh ke dalam lembah perbuatan keji dan kotor.
Kewajiban iddah bagi perempuan itu dalam rangka melindungi nasab, sebab laki-laki itu dituntut untuk merasa cemburu atas anaknya dan memperhatikan nya supaya tanamannya itu tidak disirami oleh orang lain.
D. Kandungan Hukum
QS. Al-Baqarah Ayat 234
1. Apakah ayat ini bisa dijadikan sebagai nasikh ayat yang menerangkan tentang iddah setahun itu.
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa ayat ini adalah nasikh ayat “Dan orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu, dan meninggalkan istri-istri hendaklah ia berwasiat untuk istri-istrinya itu supaya diberi kmakan setahun dengan tidak boleh diusir.” (QS. Al-Baqarah:240)
2. Masa berkabung
syari’at islam mewajibkan perempuan yanfg ditinggal mati suaminya itu supaya berkabung selama dalam iddah 4 bulan sepuluh hari.
QS. Al-Baqarah Ayat 235-237
1. Hukum meminang
Perempuan dalam kedudukan pinang ini ada tiga macam:
a) Perempuan yang boleh dipinang dengan terang-terangan dan dengan sindiran, yaitu perempuan yang masih single dan bukan dalam masa iddah.
b) Perempuan yang tidak boleh dipinang dengan sindiran maupun terang-terangan. Yaitu perempuan yang masih mempunyai suami
c) Perempuan yang boleh dipinang dengan sindiran, tidak boleh dengan terang-terangan. Yaitu perempuan yang ditinggal mati suaminya masih dalam iddah.
2. Perkawinan Dalam Iddah Sah Atau Tidak
Allah melarang pernikahan dalam masa iddah dan mewajibkan perempuan supaya menanti, baik dalam iddah talak maupun iddah wafat.
3. Hukum Mut’ah Untuk Perempuan Yang Ditalak
Bagi perempuan yang belum dicampuri dan belum ditentukan maharnya, jelas wajib mendapatkan mut’ah berdasarkan firman Allah: Dan berilah mereka mut’ah, wajib bagi orang yang kaya menurut kemampuannya, dan atas orang yang tidak mampu menurut kemampuannya.” Sekarang yang menjadi persoalan, apakah mut’ah itu wajib untuk semua perempuan yang ditalak?
Hasan Basri berpendapat wajib, berdasarkan keumumuman firman Allah: “ dan bagi perempuan-perempuan yang ditalak berhak mendapatkan mut’ah, sebagai suatu ketentuan atas orang-orang yang taqwa. (QS. Al-Baqarah)
Jumhur (Hanafiyah, Syafi’iah dan Hanabilah) berpendapat: Mut’ah bagi perempuan yang belum dicampuri dan belum ditentukan maharnya. Adapun bagi perempuan yang sudah ditentukan maharnya, mut’ah itu hukumnya sunnah.
4. Arti mut’ah dan ukurannya
Mut’ah ialah pemberian seorang suami kepada seoaran istrinya yang diceraikan, baik berupa uang, pakaian atau pembekalanapa saja, sebagai bantuan dan penghormatan kepada istrinya itu, serta menghindari kekejaman talak yang dijatuhkan itu.
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ukurannya.
⊛ Imam Malik: Menurut hemat kami, mut’ah itu tidak ada batasannya tertentu, baik minimal maupun maksimal.
⊛ Imam syafi’I: Bagi orang yang mampu disunatkan mut’ah itu berupa khadam, sedang pertengahan berupa 30 dirham, dan bagi orang yang tidak mampu sekedarnya saja.
⊛ Imam Abu Hanifah: Sedikitnya berupa baju kurung, kudung dan tusuk konde, dan tidak lebih dari setengah mahar.
⊛ Imam Ahmad: Mut’ah itu berupa baju kurung dan kudung yang sekedar cukup dipakai buat shalat dan sesuai dengan kemampuan suami.
QS. Al-Ahzab
1. Talak sebelum nikah
Para ulama fiqh sepakat bahwa talak sebelum nikah itu tidak bisa jatuh, berdasarkan firman Allah: Apabila kamu kamu telah menikah dengan perempuan mukminah kemudian mereka itu kamu cerai.”
2. apakah terjadinya khalwat itu mengharuskan adanya iddah dan mahar
menurut dhahirnya ayat yang mengatakan “sebelum kamu sentuh mereka itu” yang merupakan kata sindiran tentang jima’, menunjukkan, bahwa khulwat itu sekalipun sudah benar-benar terjadi, tidak mengharuskan adnya iddah dan mahar seperti halanya kewajiban iddah dan mahar yang disebabkan jima’.
3. tentang kewajiban mut’ah
dhahirnya firman Allah “akan Tetapi berilah mereka itu mut’ah” itu menunjukkan wajibnya mut’ah untuk perempuan-perempuan yang dicerai sebelum dicampuri, baik sudah ditentukan maharnya ataupun belum.
E. Kesimpulan
Perempuan yang masih dalam ‘iddah karena ditinggal mati suaminya atau karena talak bain, boleh dipinang dengan sindiran.
Mengadakan akad nikah dalam keadaan ‘iddah itu hukumnya haram, dan perkawinannya dinilai fasid
Muta’ah untuk orang yang ditalak yang belum ditentukan maharnya, hukumnya wajib dan sunnah untuk perempuan-perempuan lainnya.
Boleh menceraikan perempuan yang belum dicampuri, kalau memang ada kepentingan yang mendesak
Perempuan yang ditalak yang belum pernah dicampuri, berhak mendapat setengah mahar, apabila maharnya itu telah ditentukan.
Seorang muslim harus memilih calon istrinya itu seorang mukminah yang suci.
Talak itu dapat meruntuhkan sendi-sendi rumah tangga, karena itu tidak layak dijatuhkan kecuali dalam situasi dharurat.
Perempuan yang belum pernah dicampuri, apabila dicerai tidak wajib iddah, dengan kesepakatan ulama’
Seorang suami harus mengatasi bahaya istrinya yang dicerai itu dengan cara memberi mut’ah
Menyakiti hati perempuan yang ditalak itu diharamkan, bahkan harus dilepas dengan cara yang sopan dan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Mahyudi Syaf dan Bahrun Abubakar, Terjemah Tafsir Jalalain 1, Sinar Baru, Bandung; 1990
Mahyudi Syaf dan Bahrun Abubakar, Terjemah Tafsir Jalalain 111, Sinar Baru, Bandung; 1990
Mu’aammal Hamidy dan Drs. Imron A. Manan, Terjemah Ayat Ahkam Ash-Shabuni 1, Bina Ilmu, Surabya:1985
Mu’aammal Hamidy dan Drs. Imron A. Manan, Terjemah Ayat Ahkam Ash-Shabuni 11, Bina Ilmu, Surabya:1985
0 Komentar untuk "DEFINISI IDDAH, MEMINANG, DAN HAK MAHAR"