ISLAM RASIONAL
I. PENDAHULUAN
Dalam sejarah Islam, mulanya berkembang pemikiran rasional, tetapi kemudian berkembang pemikiran tradisional. Pemikiran rasional berkembang pada zaman klasik Islam (650-1250 M) sedangkan pemikiran tradisional berkembang pada zaman pertengahan Islam (1250-1800 M).
Pemikiran rasional dipengaruhi oleh tingginya kedudukan akal seperti terdapat dalam al-Qur'an dan hadits. Dalam artian manusia mempunyai kelebihan dan akal mempunyai kedudukan tinggi dalam memahami ajaran-ajaran al-Qur'an dan hadits.
Sejak abad kesembilan belas tumbuh kembali di dunia Islam pemikiran rasional dengan perhatian pada filsafat, sains, dan teknologi. Dan di abad kedua puluh perkembangan itu lebih maju lagi, yaitu dengan lahirnya interpretasi rasional baru atas al-Qur'an dan hadits. Dengan kata lain dalam pemikiran rasional diusahakan pemahaman ayat al-Qur'an dan hadits, sehingga sesuai dengan pendapat akal dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran yang absolut (mutlak).
Nabi Saw juga mengajarkan kepada umatnya untuk bersikap rasional, memakai akal, bukan dengan soal-soal duniawi saja bahkan dalam soal keyakinan keagamaan. Dalam al-Qur'an diperingatkan kepada kita semua untuk meneliti alam sekitar dengan perantara akal yang diberikan oleh Tuhan. Ajaran tentang pemakaian akal telah melahirkan filosof-filosof dan ilmuan-ilmuan Islam, diantaranya adalah Al Kindi, al Farabi, Ibnu Sina, Ibn Rusyd, Ya’qub al Fazzari, Ahmad al Khawarizmi dan sebagainya.
II. PERMASALAHAN
1). Latar belakang sejarah
2). Karakteristik dan pemikiran
3). Respon dan perkembangan terkini
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian dan latar belakang sejarah
Secara etimologis Islam berasal dari kata “aslama” yang berarti menyerahkan diri. Islam mengandung tiga dimensi dasar yang saling berkaitan yaitu iman, Islam dan ihsan. Para ulama merumuskan tentang pengertian Islam sebagai lima rukun Islam yang meliputi syahadat, shalat, puasa, zakat dan melaksanakan ibadah haji.
Dalam pengertian umum, Islam dipandang sebagai nama sebuah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Agama disini dapat dipahami sebagai jalan kepatuhan yang benar (the true path of obedience).
Dalam hal ini Islam rasional secara etimologis terdiri dari dua suku kata yaitu Islam dan rasional, yang masing-masing mempunyai arti tersendiri.
Kata rasional berasal dari kata rasio yang berarti akal/nalar. Sedangkan kata rasional mempunyai definisi masuk akal, sesuai nalar dan pikiran sehat. Dalam al-Qur'an kata rasional/berpikir diungkapkan dalam berbagai kata.
Yang termasyhur, sebagaimana diketahui adalah kata ya’qilu (memakai akal) terdapat pada 48 ayat dalam berbagai bentuk katanya. Al aql dalam bahasa Indonesia menjadi akal. Nazhara (berpikir) terdapat dalam 30 ayat, dalam bahasa indonesia menjadi nalar dan penalaran. Tafakkara (berpikir) terkandung dalam 19 ayat. Perbuatan berpikir dapat diungkapkan dengan kata fahima, dalam bahasa Indonesia menjadi faham. Fahiqa terdapat dalam 16 ayat, menggambarkan perbuatan berfikir. Tadzakkara (memperhatikan, mempelajari) terdapat dalam 40 ayat, dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai mudzakarah yang mempunyai arti bertukar pikiran, dan kata tadabbara juga mengandung arti berpikir.
Jadi Islam rasional secara terminologis adalah Islam, dimana manusia punya kebebasan-kebebasan akal pikirannya mempunyai kedudukan tinggi dalam memahami ajaran-ajaran al-Qur'an dan hadits.
Dalam sejarah Islam terdapat tiga periode atau zaman, yakni zaman klasik (650-1250 M), zaman pertengahan (1250-1800 M) dan zaman modern (1800 dan seterusnya).
1. Zaman Klasik
Pada zaman klasik berkembang teologi sunnatullah. Sunnatullah adalah hukum alam, yang di Barat disebut natural laws. Bedanya, natural laws adalah ciptaan alam, sedang sunnatullah adalah ciptaan Allah.
Teologi sunnatullah muncul pada zaman klasik, karena ulama zaman itu sadar akan kedudukan akal yang tinggi dalam al-Qur'an dan hadits. Dalam waktu itu pula ulama-ulama cepat bertemu dengan sains-sains filsafat Yunani. Dalam sains-sains filsafat yunani, kedudukan akal sangat sentral, maka peran akan yang tinggi dalam al-Qur'an dan hadits bertemu dengan peran akal yang tinggi dalam sains-sains filsafat Yunani. Inilah yang membuat ulama Islam zaman itu mengembangkan pemikiran rasional.
Ulama zaman klasik tersebut memakai metode berfikir rasional, ilmiah, dan filosofis. Maka yang cocok dengan metode berfikir ini adalah filsafat qadariyah, yang menggambarkan kebebasan manusia dalam kehendak dan perbuatan. Karena itu sikap umat Islam zaman itu adalah dinamis, orientasi dunia tidak dikalahkan oleh orientasi akhirat berjalan seimbang, sehingga produktifitas umat dalam berbagai bidang meningkat pesat.
Ulama-ulama klasik bukan hanya produktif dalam soal keduniawian, tetapi sikap tidak meninggalkan hidup spiritual dan ilmu keagamaan juga dikembangkan. Maka berkembang lah ilmu al-Qur'an, tafsir, fiqih, aqidah, tasawuf, dan lain-lain. Ulama tafsir yang terkenal seperti Al Thabari, Al Zamakhsyari, Fathruddin, Al Razi dan lain-lain. Ulama fiqh seperti Malik, Abu Hanifah, Al Syafi’i, Ibn Hanbal dan lain-lain. Melalui pemikiran rasio, mereka mempelajari arti-arti ayat al-Qur'an, mempelajari kuat lemahnya kedudukan hadits dan mempelajari hukum-hukum yang dapat diambil dari al-Qur'an dan hadits dalam menghadapi masalah-masalah akidah, ibadah, dan sosial yang ditimbulkan dalam masyarakat yang berkembang seperti pada masa tersebut.
Berkembangnya teologi sunnatullah dengan filsafat qadariyah membuat peradaban dan perkembangan di segala bidang (dunia dan akhirat) pada zaman klasik menjadi maju/produktif. Adapun ciri-ciri teologi sunnatullah adalah:
1. Kedudukan akal yang tinggi
2. Kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan
3. Kebebasan berfikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran dasar dalam al-Qur'an dan hadits yang sedikit sekali jumlahnya
4. Percaya adanya sunnatullah dan kausalitas
5. Mengambil arti metaforis dari teks wahyu
6. Dinamika dalam sikap dan berfikir
2. Zaman Pertengahan
Zaman pertengahan merupakan zaman kemunduran. Teologi sunnatullah dengan pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah hilang dari dunia Islam dan digantikan oleh teologi Kehendak Mutlak Tuhan (Jabariyah/fatalisme) yang besar pengaruhnya terhadap umat Islam di dunia pada zaman itu.
Ciri-ciri teologi Jabariyah adalah
1. Kedudukan akal rendah
2. Ketidak bebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan
3. Kebebasan berfikir yang diikat dengan banyak dogma
4. Ketidakpercayaan kepada sunnatullah dan kausalitas
5. Terikat kepada arti sunnatullah dari al-Qur'an dan hadits
6. Statis dalam sikap dan berfikir.
Kedudukan akal yang rendah membuat pemikiran dalam segala kehidupan tidak berkembang, bahkan berhenti, tidak ada kemajuan dalam pemikiran, filsafat hilang dari dunia Islam, pemikiran dalam bidang keagamaan mandek.
Pada zaman pertengahan interpretasi dari para ulama berubah menjadi dogma yang tidak boleh dilanggar, padahal dogma banyak mengikat kebebasan berfikir dan ruang lingkup berfikir akhirnya menjadi sangat sempit.
Tidak adanya kepercayaan kepada sunnatullah dan kausalitas, menimbulkan keyakinan bahwa alam diatur Tuhan menurut kehendak mutlak-Nya. Dalam alam tak ada peraturan lagi, semua berjalan sesuai dengan kehendak mutlak Tuhan. Dalam hal ini berakibat dalamnya sikap fatalisme umat.
Keadaan statis dalam sikap dan berpikir membuat umat Islam terbelakang dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman serta tertinggal oleh umat lain.
Zaman pertengahan berorientasi pada keakhiratan serta menganggap kehidupan dunia sebagai suatu yang hina. Produktifitas pada zaman itu sangat menurun, hanya dalam bidang politik yang agak menonjol, disebabkan karena pada zaman itu masih terdapat tiga negara Islam adikuasa, yaitu kerajaan Turki Usmani, kerajaan Safawi dan kerajaan mug Hal.
3. Zaman Modern
Pada abad ke-19, dimana orang eropa yang dulu mundur dan sekarang telah maju datang kembali ke dunia Islam. Dunia Islam mulai muncul kesadaran bahwa mereka telah mundur dan jauh ditinggalkan eropa. Munculah kemudian ulama dan pemikir-pemikir Islam dengan ide-ide yang bertujuan memajukan dunia Islam dan mengejar ketinggalan dari dunia barat. Pada saat itu dunia Islam memasuki zaman modernya.
Pada zaman modern (abad 19) didirikan sekolah-sekolah model barat di Mesir, Turki dan India. Disini diajarkan metode berpikir nasional, filosofis dan ilmiah. Di kalangan kaum terpelajar barat mulai berkembang teologi sunnatullah zaman klasik sedangkan kaum ulama agama masih dipengaruhi oleh teologi kehendak mutlak tuhan (Jabariyah) zaman pertengahan. Dengan timbulnya kembali teologi sunnatullah dan orientasi keduniaan di kalangan kaum terpelajar barat, maka produktifitas di dunia Islam zaman modern mulai meningkat kembali. Inilah keadaan umat Islam zaman modern di timur tengah.
Di Indonesia zaman modern baru berkembang pada abad ke-13 masehi (masih dalam zaman pertengahan Islam). Maka yang berkembang adalah teologi kehendak mutlak tuhan zaman pertengahan dengan pemikiran tradisional, non-filosofis dan non-ilmiah. Kepada umat Islam di Indonesia tergambar bahwa Tuhan lah satu-satunya teologi yang ada di Islam selain itu mereka sangat percaya bahwa nasib secara mutlak terletak di tangan Tuhan, manusia tak berdaya dan hanya menyerah kepada qadha dan qodar Tuhan.
Tarikat di Indonesia hidup dengan subur dan banyak mempengaruhi umat Islam. Di samping teologi mutlak tuhan juga berkembang orientasi hidup ke keheratan yang banyak ditekankan dalam tarikat. Karena itu umat Islam Indonesia banyak mengutamakan hidup spiritual akhirat dari pada hidup material di dunia. Terlihat jelas masih tidak seimbangnya kehidupan spiritual akhirat dengan kehidupan material dunia sebagai mana pada zaman klasik.
B. Karakteristik Dan Pemikiran
Pemikiran teologi dan filsafat rasional itu menurut kalangan Islam peradaban dibangun dari konstruksi teoritis yunani (khususnya Aristoteles), yang dari sudut pandang Islam, sebenarnya cukup problematic, karena terlalu rasionalnya itu. Kelemahan Islam ini, menurut kalangan Islam peradaban karena mereka kurang memberikan suatu equilibrium (keseimbangan) dalam kehidupan beragama, yang praktis dan langsung pada penghayatan ketuhanan sehari-hari. Dalam bahasa filsafat agama, Islam rasional yang diwakili Harun Nasution dan Jhohan Effendi itu sebenarnya merupakan suatu Islam filosofis, atau suatu teologi yang bersifat natural (natural theology). Islam filosofis di sini, tentunya dimaksudkan sebagai tradisi kalam. Dalam filsafat Islam, kalam lebih-lebih merupakan suatu yang khas, dari pada teologi. Dalam konteks inilah paling tidak Islam rasional Harun Nasution dan juga Djohan Effendi sangat dipengaruhi oleh kalam.
Oleh karena Islam rasional dinilai cukup problematic, maka kalangan Islam peradaban mencoba mencari alternatif baru filsafat Islam modern, dengan menggantikan filsafat Islam klasik yang sangat dibangga-banggakan oleh kalangan Islam rasional. Titik tolak mereka adalah pemikiran Islam klasik yang telah menyelamatkan Islam dari serangan helenisme total, yaitu teologi Asy’ari, IbnTaimiyah, dan al Ghazali.
Menarik sekali memperhatikan bahwa, cara mereka membangun filsafat Islam ini yang nilainya di klaim bersifat universal, dilakukan dengan analisis semantic, untuk melihat maksud, makna dan motif dari bahasa atau suatu istilah al-Qur’an. Meskipun epistemologi tradisi Islam peradaban ini, pada mulanya dibangun oleh Ludwig Wittgenstein.
Tujuan dari analisis semantic (hermeutik) ini adalah untuk melihat apa sebenarnya gagasan moral al-Qur’an, dan sejauh mana kaitannya dengan sikap tauhid. Analisis semantic ini dilakukan disamping menggunakan metode tafsir Qur’an bi al-Qur’an, juga memakai analisis sosial historis (diantaranya untuk mencari illat al hukum) untuk melihat maksud pengertian-pengertian awal dari suatu istilah al-Qur’an. Dengan demikian, apa yang disebut genuine Islam, mereka mencarinya melalui pengungkapan makna dasar moral al-Qur’an dan keseluruhan proses penerjemahannya dalam tradisi Islam. Tokoh utama dalam wacana Islam peradaban ini adalah Nurcholis Madjid, dan belakangan menyusul Kuntowijoyo, Abdur Rahman Wahid, dan Jalaludin Rakhmat.
C. Respon Dan Perkembangan Terkini
Pengembangan daya pikir yang disebut akal dan daya rasa batin yang disebut kalbu itu lah yang sebenarnya membawa manusia kepada kesempurnaan yang dimaksud Allah dengan penciptanya dan dengan menjadi khalifah-Nya di bumi. Pengembangan akal sekarang ini membuat manusia berpikir dan dapat meneliti alam sekitarnya serta dapat mengembangkan IPTEK untuk kebahagiaan umat manusia. Pengembangan kalbu melalui ibadah shalat, puasa, zakat dan haji yang membuat manusia berbudi luhur dan berlatih untuk mensucikan diri.
Kita sekarang ini berada dalam dunia yang mengalami kemajuan pesat dalam bidang IPTEK modern. IPTEK adalah hasil pemikiran manusia yang membutuhkan keterbukaan dan pengembangan akal. Untuk dapat menghadapi godaan kemajuan materi yang besar di zaman modern ini diperlukan pula kepribadian kuat yang dihiasi dengan akhlak mulai dan budi luhur.
Pembaharuan yang dilakukan Universitas Islam Al Azhar sendiri di Cairo telah memasukkan ilmu pengetahuan umum dan telah dibukanya sekolah-sekolah dasar dan lanjutan yang berada di bawah naungan Al Azhar sendiri. Di tingkat fakultas telah diajarkan filsafat, etika, ilmu jiwa, dan lain sebagainya.
Gambaran di atas tidak jauh berbeda dengan gambaran pendidikan di negara kita. Jika berbicara tentang kerjasama dalam bidang pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dengan negara-negara lain, maka kita patut mempertimbangkan dan memikirkan nya supaya kualitas daya pikir bangsa kita tidak tertinggal.
Kemajuan IPTEK modern membawa perubahan-perubahan mendasar dalam kehidupan manusia sekarang ini dan dengan sendirinya perubahan-perubahan itu juga menyentuh agama dan ajaran-ajaran yang dibawanya. Akibatnya timbullah apa yang dikenal dengan pemikiran pembaruan dan gerakan pembaruan yang bertujuan untuk mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran dasar agama, agar faham tetap relevan dengan perkembangan zaman.
IV. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun kami sadar dalam pembuatan makalah ini pasti ada kekurangannya. Untuk itu saran dan kritik selalu kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
M. Amin Syukur, Metodologi Studi Islam, Gunung Jati, Semarang, 1998
Harun Nasution, Islam Rasional, Mizan, Bandung, 1996
Budy Munawar, Islam Pluralis, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Muslim Arbi, Rasionalitas Islam, Yapi, Jakarta, 1989
Muhammad Abed Aljabiri, Postradisionalisme Islam, IKIS, Yogyakarta, 2000
I. PENDAHULUAN
Dalam sejarah Islam, mulanya berkembang pemikiran rasional, tetapi kemudian berkembang pemikiran tradisional. Pemikiran rasional berkembang pada zaman klasik Islam (650-1250 M) sedangkan pemikiran tradisional berkembang pada zaman pertengahan Islam (1250-1800 M).
Pemikiran rasional dipengaruhi oleh tingginya kedudukan akal seperti terdapat dalam al-Qur'an dan hadits. Dalam artian manusia mempunyai kelebihan dan akal mempunyai kedudukan tinggi dalam memahami ajaran-ajaran al-Qur'an dan hadits.
Sejak abad kesembilan belas tumbuh kembali di dunia Islam pemikiran rasional dengan perhatian pada filsafat, sains, dan teknologi. Dan di abad kedua puluh perkembangan itu lebih maju lagi, yaitu dengan lahirnya interpretasi rasional baru atas al-Qur'an dan hadits. Dengan kata lain dalam pemikiran rasional diusahakan pemahaman ayat al-Qur'an dan hadits, sehingga sesuai dengan pendapat akal dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran yang absolut (mutlak).
Nabi Saw juga mengajarkan kepada umatnya untuk bersikap rasional, memakai akal, bukan dengan soal-soal duniawi saja bahkan dalam soal keyakinan keagamaan. Dalam al-Qur'an diperingatkan kepada kita semua untuk meneliti alam sekitar dengan perantara akal yang diberikan oleh Tuhan. Ajaran tentang pemakaian akal telah melahirkan filosof-filosof dan ilmuan-ilmuan Islam, diantaranya adalah Al Kindi, al Farabi, Ibnu Sina, Ibn Rusyd, Ya’qub al Fazzari, Ahmad al Khawarizmi dan sebagainya.
II. PERMASALAHAN
1). Latar belakang sejarah
2). Karakteristik dan pemikiran
3). Respon dan perkembangan terkini
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian dan latar belakang sejarah
Secara etimologis Islam berasal dari kata “aslama” yang berarti menyerahkan diri. Islam mengandung tiga dimensi dasar yang saling berkaitan yaitu iman, Islam dan ihsan. Para ulama merumuskan tentang pengertian Islam sebagai lima rukun Islam yang meliputi syahadat, shalat, puasa, zakat dan melaksanakan ibadah haji.
Dalam pengertian umum, Islam dipandang sebagai nama sebuah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Agama disini dapat dipahami sebagai jalan kepatuhan yang benar (the true path of obedience).
Dalam hal ini Islam rasional secara etimologis terdiri dari dua suku kata yaitu Islam dan rasional, yang masing-masing mempunyai arti tersendiri.
Kata rasional berasal dari kata rasio yang berarti akal/nalar. Sedangkan kata rasional mempunyai definisi masuk akal, sesuai nalar dan pikiran sehat. Dalam al-Qur'an kata rasional/berpikir diungkapkan dalam berbagai kata.
Yang termasyhur, sebagaimana diketahui adalah kata ya’qilu (memakai akal) terdapat pada 48 ayat dalam berbagai bentuk katanya. Al aql dalam bahasa Indonesia menjadi akal. Nazhara (berpikir) terdapat dalam 30 ayat, dalam bahasa indonesia menjadi nalar dan penalaran. Tafakkara (berpikir) terkandung dalam 19 ayat. Perbuatan berpikir dapat diungkapkan dengan kata fahima, dalam bahasa Indonesia menjadi faham. Fahiqa terdapat dalam 16 ayat, menggambarkan perbuatan berfikir. Tadzakkara (memperhatikan, mempelajari) terdapat dalam 40 ayat, dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai mudzakarah yang mempunyai arti bertukar pikiran, dan kata tadabbara juga mengandung arti berpikir.
Jadi Islam rasional secara terminologis adalah Islam, dimana manusia punya kebebasan-kebebasan akal pikirannya mempunyai kedudukan tinggi dalam memahami ajaran-ajaran al-Qur'an dan hadits.
Dalam sejarah Islam terdapat tiga periode atau zaman, yakni zaman klasik (650-1250 M), zaman pertengahan (1250-1800 M) dan zaman modern (1800 dan seterusnya).
1. Zaman Klasik
Pada zaman klasik berkembang teologi sunnatullah. Sunnatullah adalah hukum alam, yang di Barat disebut natural laws. Bedanya, natural laws adalah ciptaan alam, sedang sunnatullah adalah ciptaan Allah.
Teologi sunnatullah muncul pada zaman klasik, karena ulama zaman itu sadar akan kedudukan akal yang tinggi dalam al-Qur'an dan hadits. Dalam waktu itu pula ulama-ulama cepat bertemu dengan sains-sains filsafat Yunani. Dalam sains-sains filsafat yunani, kedudukan akal sangat sentral, maka peran akan yang tinggi dalam al-Qur'an dan hadits bertemu dengan peran akal yang tinggi dalam sains-sains filsafat Yunani. Inilah yang membuat ulama Islam zaman itu mengembangkan pemikiran rasional.
Ulama zaman klasik tersebut memakai metode berfikir rasional, ilmiah, dan filosofis. Maka yang cocok dengan metode berfikir ini adalah filsafat qadariyah, yang menggambarkan kebebasan manusia dalam kehendak dan perbuatan. Karena itu sikap umat Islam zaman itu adalah dinamis, orientasi dunia tidak dikalahkan oleh orientasi akhirat berjalan seimbang, sehingga produktifitas umat dalam berbagai bidang meningkat pesat.
Ulama-ulama klasik bukan hanya produktif dalam soal keduniawian, tetapi sikap tidak meninggalkan hidup spiritual dan ilmu keagamaan juga dikembangkan. Maka berkembang lah ilmu al-Qur'an, tafsir, fiqih, aqidah, tasawuf, dan lain-lain. Ulama tafsir yang terkenal seperti Al Thabari, Al Zamakhsyari, Fathruddin, Al Razi dan lain-lain. Ulama fiqh seperti Malik, Abu Hanifah, Al Syafi’i, Ibn Hanbal dan lain-lain. Melalui pemikiran rasio, mereka mempelajari arti-arti ayat al-Qur'an, mempelajari kuat lemahnya kedudukan hadits dan mempelajari hukum-hukum yang dapat diambil dari al-Qur'an dan hadits dalam menghadapi masalah-masalah akidah, ibadah, dan sosial yang ditimbulkan dalam masyarakat yang berkembang seperti pada masa tersebut.
Berkembangnya teologi sunnatullah dengan filsafat qadariyah membuat peradaban dan perkembangan di segala bidang (dunia dan akhirat) pada zaman klasik menjadi maju/produktif. Adapun ciri-ciri teologi sunnatullah adalah:
1. Kedudukan akal yang tinggi
2. Kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan
3. Kebebasan berfikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran dasar dalam al-Qur'an dan hadits yang sedikit sekali jumlahnya
4. Percaya adanya sunnatullah dan kausalitas
5. Mengambil arti metaforis dari teks wahyu
6. Dinamika dalam sikap dan berfikir
2. Zaman Pertengahan
Zaman pertengahan merupakan zaman kemunduran. Teologi sunnatullah dengan pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah hilang dari dunia Islam dan digantikan oleh teologi Kehendak Mutlak Tuhan (Jabariyah/fatalisme) yang besar pengaruhnya terhadap umat Islam di dunia pada zaman itu.
Ciri-ciri teologi Jabariyah adalah
1. Kedudukan akal rendah
2. Ketidak bebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan
3. Kebebasan berfikir yang diikat dengan banyak dogma
4. Ketidakpercayaan kepada sunnatullah dan kausalitas
5. Terikat kepada arti sunnatullah dari al-Qur'an dan hadits
6. Statis dalam sikap dan berfikir.
Kedudukan akal yang rendah membuat pemikiran dalam segala kehidupan tidak berkembang, bahkan berhenti, tidak ada kemajuan dalam pemikiran, filsafat hilang dari dunia Islam, pemikiran dalam bidang keagamaan mandek.
Pada zaman pertengahan interpretasi dari para ulama berubah menjadi dogma yang tidak boleh dilanggar, padahal dogma banyak mengikat kebebasan berfikir dan ruang lingkup berfikir akhirnya menjadi sangat sempit.
Tidak adanya kepercayaan kepada sunnatullah dan kausalitas, menimbulkan keyakinan bahwa alam diatur Tuhan menurut kehendak mutlak-Nya. Dalam alam tak ada peraturan lagi, semua berjalan sesuai dengan kehendak mutlak Tuhan. Dalam hal ini berakibat dalamnya sikap fatalisme umat.
Keadaan statis dalam sikap dan berpikir membuat umat Islam terbelakang dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman serta tertinggal oleh umat lain.
Zaman pertengahan berorientasi pada keakhiratan serta menganggap kehidupan dunia sebagai suatu yang hina. Produktifitas pada zaman itu sangat menurun, hanya dalam bidang politik yang agak menonjol, disebabkan karena pada zaman itu masih terdapat tiga negara Islam adikuasa, yaitu kerajaan Turki Usmani, kerajaan Safawi dan kerajaan mug Hal.
3. Zaman Modern
Pada abad ke-19, dimana orang eropa yang dulu mundur dan sekarang telah maju datang kembali ke dunia Islam. Dunia Islam mulai muncul kesadaran bahwa mereka telah mundur dan jauh ditinggalkan eropa. Munculah kemudian ulama dan pemikir-pemikir Islam dengan ide-ide yang bertujuan memajukan dunia Islam dan mengejar ketinggalan dari dunia barat. Pada saat itu dunia Islam memasuki zaman modernya.
Pada zaman modern (abad 19) didirikan sekolah-sekolah model barat di Mesir, Turki dan India. Disini diajarkan metode berpikir nasional, filosofis dan ilmiah. Di kalangan kaum terpelajar barat mulai berkembang teologi sunnatullah zaman klasik sedangkan kaum ulama agama masih dipengaruhi oleh teologi kehendak mutlak tuhan (Jabariyah) zaman pertengahan. Dengan timbulnya kembali teologi sunnatullah dan orientasi keduniaan di kalangan kaum terpelajar barat, maka produktifitas di dunia Islam zaman modern mulai meningkat kembali. Inilah keadaan umat Islam zaman modern di timur tengah.
Di Indonesia zaman modern baru berkembang pada abad ke-13 masehi (masih dalam zaman pertengahan Islam). Maka yang berkembang adalah teologi kehendak mutlak tuhan zaman pertengahan dengan pemikiran tradisional, non-filosofis dan non-ilmiah. Kepada umat Islam di Indonesia tergambar bahwa Tuhan lah satu-satunya teologi yang ada di Islam selain itu mereka sangat percaya bahwa nasib secara mutlak terletak di tangan Tuhan, manusia tak berdaya dan hanya menyerah kepada qadha dan qodar Tuhan.
Tarikat di Indonesia hidup dengan subur dan banyak mempengaruhi umat Islam. Di samping teologi mutlak tuhan juga berkembang orientasi hidup ke keheratan yang banyak ditekankan dalam tarikat. Karena itu umat Islam Indonesia banyak mengutamakan hidup spiritual akhirat dari pada hidup material di dunia. Terlihat jelas masih tidak seimbangnya kehidupan spiritual akhirat dengan kehidupan material dunia sebagai mana pada zaman klasik.
B. Karakteristik Dan Pemikiran
Pemikiran teologi dan filsafat rasional itu menurut kalangan Islam peradaban dibangun dari konstruksi teoritis yunani (khususnya Aristoteles), yang dari sudut pandang Islam, sebenarnya cukup problematic, karena terlalu rasionalnya itu. Kelemahan Islam ini, menurut kalangan Islam peradaban karena mereka kurang memberikan suatu equilibrium (keseimbangan) dalam kehidupan beragama, yang praktis dan langsung pada penghayatan ketuhanan sehari-hari. Dalam bahasa filsafat agama, Islam rasional yang diwakili Harun Nasution dan Jhohan Effendi itu sebenarnya merupakan suatu Islam filosofis, atau suatu teologi yang bersifat natural (natural theology). Islam filosofis di sini, tentunya dimaksudkan sebagai tradisi kalam. Dalam filsafat Islam, kalam lebih-lebih merupakan suatu yang khas, dari pada teologi. Dalam konteks inilah paling tidak Islam rasional Harun Nasution dan juga Djohan Effendi sangat dipengaruhi oleh kalam.
Oleh karena Islam rasional dinilai cukup problematic, maka kalangan Islam peradaban mencoba mencari alternatif baru filsafat Islam modern, dengan menggantikan filsafat Islam klasik yang sangat dibangga-banggakan oleh kalangan Islam rasional. Titik tolak mereka adalah pemikiran Islam klasik yang telah menyelamatkan Islam dari serangan helenisme total, yaitu teologi Asy’ari, IbnTaimiyah, dan al Ghazali.
Menarik sekali memperhatikan bahwa, cara mereka membangun filsafat Islam ini yang nilainya di klaim bersifat universal, dilakukan dengan analisis semantic, untuk melihat maksud, makna dan motif dari bahasa atau suatu istilah al-Qur’an. Meskipun epistemologi tradisi Islam peradaban ini, pada mulanya dibangun oleh Ludwig Wittgenstein.
Tujuan dari analisis semantic (hermeutik) ini adalah untuk melihat apa sebenarnya gagasan moral al-Qur’an, dan sejauh mana kaitannya dengan sikap tauhid. Analisis semantic ini dilakukan disamping menggunakan metode tafsir Qur’an bi al-Qur’an, juga memakai analisis sosial historis (diantaranya untuk mencari illat al hukum) untuk melihat maksud pengertian-pengertian awal dari suatu istilah al-Qur’an. Dengan demikian, apa yang disebut genuine Islam, mereka mencarinya melalui pengungkapan makna dasar moral al-Qur’an dan keseluruhan proses penerjemahannya dalam tradisi Islam. Tokoh utama dalam wacana Islam peradaban ini adalah Nurcholis Madjid, dan belakangan menyusul Kuntowijoyo, Abdur Rahman Wahid, dan Jalaludin Rakhmat.
C. Respon Dan Perkembangan Terkini
Pengembangan daya pikir yang disebut akal dan daya rasa batin yang disebut kalbu itu lah yang sebenarnya membawa manusia kepada kesempurnaan yang dimaksud Allah dengan penciptanya dan dengan menjadi khalifah-Nya di bumi. Pengembangan akal sekarang ini membuat manusia berpikir dan dapat meneliti alam sekitarnya serta dapat mengembangkan IPTEK untuk kebahagiaan umat manusia. Pengembangan kalbu melalui ibadah shalat, puasa, zakat dan haji yang membuat manusia berbudi luhur dan berlatih untuk mensucikan diri.
Kita sekarang ini berada dalam dunia yang mengalami kemajuan pesat dalam bidang IPTEK modern. IPTEK adalah hasil pemikiran manusia yang membutuhkan keterbukaan dan pengembangan akal. Untuk dapat menghadapi godaan kemajuan materi yang besar di zaman modern ini diperlukan pula kepribadian kuat yang dihiasi dengan akhlak mulai dan budi luhur.
Pembaharuan yang dilakukan Universitas Islam Al Azhar sendiri di Cairo telah memasukkan ilmu pengetahuan umum dan telah dibukanya sekolah-sekolah dasar dan lanjutan yang berada di bawah naungan Al Azhar sendiri. Di tingkat fakultas telah diajarkan filsafat, etika, ilmu jiwa, dan lain sebagainya.
Gambaran di atas tidak jauh berbeda dengan gambaran pendidikan di negara kita. Jika berbicara tentang kerjasama dalam bidang pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dengan negara-negara lain, maka kita patut mempertimbangkan dan memikirkan nya supaya kualitas daya pikir bangsa kita tidak tertinggal.
Kemajuan IPTEK modern membawa perubahan-perubahan mendasar dalam kehidupan manusia sekarang ini dan dengan sendirinya perubahan-perubahan itu juga menyentuh agama dan ajaran-ajaran yang dibawanya. Akibatnya timbullah apa yang dikenal dengan pemikiran pembaruan dan gerakan pembaruan yang bertujuan untuk mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran dasar agama, agar faham tetap relevan dengan perkembangan zaman.
IV. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun kami sadar dalam pembuatan makalah ini pasti ada kekurangannya. Untuk itu saran dan kritik selalu kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
M. Amin Syukur, Metodologi Studi Islam, Gunung Jati, Semarang, 1998
Harun Nasution, Islam Rasional, Mizan, Bandung, 1996
Budy Munawar, Islam Pluralis, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Muslim Arbi, Rasionalitas Islam, Yapi, Jakarta, 1989
Muhammad Abed Aljabiri, Postradisionalisme Islam, IKIS, Yogyakarta, 2000
0 Komentar untuk "Pemikiran ISLAM RASIONAL"